Folklor



A. Folklor
Jika berbicara tentang sastra lisan ataupun folklor berarti kita sedang berbicara mngenai kebudayaan. James Dananjaya (1981:6) memberi penjelasan sejarah istilah kebudayaan dan folklor. Kemudian koentjaraningrat (1999) menyebutkan bahwa lebih seratus lima puluh definisi pernah dibuat tentang kebudayaan.
Lalu, apakah hubungan sastra lisan dengan ilmu lain, khususnya folklor? Kedua bidang kajian ini erat berkaitan. Definisi folklor adalah :
“ sebagian kebudayaan suatu kolektif yang tersebar dan diwariskan turun temurun di antarakolektif macam apa saja secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dala, bentuk lisan  maupun corak disertai dengan gerak isyarat atau alat pebantu pengingat (mnemonic devices)”.
Muhammad haji salleh menggunakan pandangan Dananjaya ini sebagai pendekatan penting dalam sastra Nusantara. “ kajian folklor membantu kajian kesusastraan” (Salleh, 2005:25).
a) Ciri-ciri folklor
1. Penyebaran dan pewarisannya biasanya dilakukan secara lisan, yakni disebar melalui tutur kata dari mulut ke mulut.
2. Folklor bersifat Tradisional, yakni disebarkan dalam bentuk relatif tetap atau dalam bentuk standar.
3. Folklor ada (exist) dalam versi-versi, bahkan varian-varian yang berbeda.
4. Folklor anonim, penciptanya sudah tidak diketahui lagi.
5. Folklor biasanya mempunyai bentuk rumus atau berpola, misalnya untuk menyatakan kecantikan seseorang digunakan kata-kata klise “seperti bulan empat belas hari”.
6. Folklor mempunyai kegunaan (function) dalam kehidupan bersama kolektif.
7. Folklor bersifat pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang tidak sesuai dengan logika umum.
8. Folklor menjadi milik bersama (collective) dari kolektif tertentu.
9. Folklor pada umumnya bersifat polos dan lugu sehingga sering kelihatan kasar dan terlalu spontan.(Dananjaya,ibid:5-6).



Dananjaya mengutip pandangan Harold Brunvand bahwa folklor dibagi tiga, yaitu folklor lisan, folklor sebagian lisan, dan folklor bukan lisan (Dananjaya, ibid:8)
1. Folklor lisan adalah folklor yang hanya berwujud secara lisan dalam masyarakat pemiliknya, seperti puisi rakyat, gelar tradisional, peribahasa. Contoh folklor lisan yaitu seperti :     (a) bahasa rakyat, seperti logat, julukan, pangkat tradisional; (b) ungkapan tradisional, seperti pribahasa, pepatah, pameo; (c) pertanyaaan tradisional , seperti teka-teki; (d) puisi rakyat seperti gurindam, pantun, syair; (e) cerita prosa rakyat, seperti mite, legenda, dongeng; (f) nyanyian rakyat (ibid:21-22).
 
2. Folklor sebagian lisan adalah folklor yang wujudnya gabungan antara lisan dengan tindakan, misalnya dalam tradisi Minangkabau, nila ada kumang hijau naik kerumah pada malam hari, salah seorang dari mereka berusaha membunuhnya, lalu mengetuk lantai sambil berkata “Utang babayia piutang batarimo” ( Hutang engkau bayar, piutang engkau terima).dalam kepercayaan tradisional mereka, kumbang itu membawa penyakit atau fitnah. Jadi ada tindakan yang digabung dengan lisan. Contoh folklor sebagian lisan yaitu seperti :
(a) keperyaan rakyat; (b) permainan rakyat; (c) teter rakyat; (d) tari rakyat; (e) adat istiadat;
(f) upacara; (g) pesta rakyat.  
                       
3. Folklor bukan lisan adalah folklor yang wujudnya material ataupun tindakan, seoerti asitekturrumah, saluran irigasi. Contoh folklor bukan lisan yaitu sebagai berikut :
(a) asitektur rakyat; (b) kerajinan rakyat; (c) obat-obatan tradisional; (d) gerak isyarat tradional;        (e) bunyi isyarat untuk komunikasi; (f) musik rakyat (ibid:22).

b)  Fungsi Folklor
Berdasarka fungsi yang disarankan William R. Basconm Dananjaya merumuskan fungsi folklor lisan (ibid: 32-33, 140-141, 152-153), sebagai berikut:
a. Sebagai alat pengesahan penata-penata dan lembaga-lembaga kebudayaan.
b. Sebagai alat pemaksa dan pengawas agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.
c. Sebagai alat pendidikan anak (pedagogical device).
d. Sebagai sistem proyeksi (projective sytem), yakni sebagai alat pencerminan angan-angan kolektif.
Dua fungsi terakhir itu da pada sastra lis. Fungsi pengukuhan dan pemaksaan tidak dominan dalam sastra lisan. Hal itu disebabkan karena tujuan sastra lisan utamanya untuk menghibur, sebagai ekspresi estetis, dan salah satu sumber kepuasan estetis bagi khalayaknya.
Kemudian ada tambahan fungsi pribahasa (sebagai folklor lisan), yaitu untuk memamerkan kepandaian seseorang karena dengan kemampuan banyak menggunakan peribahasa ia dipandang lebih terhormat oleh folknya (ibid:33).
Dalam nyanyian rakyat, Dananjaya merumuskan fungsi nyanyian rakyat :
1. Fungsi rekreatif, yaitu merenggutkan dari kebosanan hidup sehari-hari walaupun untuk sementara waktu, atau untuk menghibur diri dari kesukaran hidup, untuk pelipur lara.
2. Sebagai pembangkit semangat.
3. Untuk memelihara sejarah setempat, sejarah klen.
4. Protes sosial.(ibid:153)
Di bagian lain, Dananjaya menuliskan bahwa fungsi lelucon (sebagai salah satu folklor lisan) adalah sebagai protes masyarakat (Dananjaya, ibid:19)
Demikianlah fungsi-fungsi folklor. Akan tetapi ada yang belum tegas disebutkan mengenai fungsi folklor secara umum yaitu :
1. Fungsi sebagai penyimpanan nilai budaya.
2. Fungsi sebagai alat pembangun dan pengikat identitas bersama.
3. Sarana untuk menghangatka nostalgia.
4. Dalam lingkup yang lebih luas, sastra lisan berfungsi menjadi identitas bangsa dan negara yang dapat mewakili bangsa dan negara Indonesia berhadapan dengan bangsa dan negara lain.

DAFTAR PUSTAKA
Ikranegara, Yudhistira. Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara disertai Rangkuman Sastra Indonesia. Penerbit: Dua Media.
Amir, Adriyetti. 2013. Sastra Lisan Indonesia. Yogyakarta: Andi.

Komentar